Selasa, 20 September 2011

Tauhid


1.     Tauhid dan Pembebasan social
Iman yang benar, sikap kritis, penggunaan akal sehat (rasional), kemandirian, keterbukaan, kejujuran, sikap percaya diri, berani karena benar, serta kebebasan bertanggung jawab, semua hal itu merupakan efek pembebasan dari semangat tauhid.[1] Dari sini, kualitas-kualitas pribadi yang tertanam melalui tauhid itu akan terwujud pula kualitas-kualitas masyarakat yang keanggotaannya terdiri dari pribadi-pribadi serupa itu. Tauhid pada tingkat kemasyarakatan dapat dilihat sebagai kelanjutan efek pembebasan pada tingkat pribadi.
Dalam kitab suci, prinsip tauhid langsung dikaitkan dengan sikap menolak thagut” perkataan “ thagut” sendiri diartikan dalam berbagai makna. Namun kesemua itu artinya mengacu kepada kekuatan sewenang-wenang, otoriter dan tiranik atau “ apa-apa yang melewati batas”
Artinya: Barangsiapa menolak thagut dan beriman kepada Allah maka sungguh ia telah berpegang dengan tali yang kokoh yang tidak akan putus (qs. Al-baqarah : 256 )
Dengan mudah firman ini dapat ditafsirkan bahwa orang yang berhasil melepaskan dirinya dari belenggu kekuatan-kekuatan tiranik, yang datang dari dalam dirinya sendiri maupun luar, kemudian ia berhasil pula berpegang pada kebenaran yang sejati, maka sungguh ia telah menempuh hidup aman sentosa, tidak akan gagal dan tidak akan kecewa.
Kesanggupan seorang pribadi melepaskan dirinya dari belenggu tiranik dari luar adalah merupakan salah satu pangkal efek pembebasan semangat tauhid bahkan menentang, melawan dan akhirnya menghapus tirani adalah konsekuensi logis faham ketuhanan yang maha esa. Maka tugas setiap rasul ialah menanamkan keimanan yang benar kepada allah dan menentang tirani.
  
Artinya: Dan sungguh kami telah utus untuk seitap umat manusia seorang Rasul, (guna menyeru) sembahlah olehmu semua akan allah saja dan jauhilah para tiran (Qs. An-Nahl ; 36)
Tirani ditolak dalam system tauhid karena ia bertentangan dengan prinsip bahwa yang secara hakiki berada diatas manusia hanyalah Allah. sebab manusia adalah ciptaan tertinggi Tuhan, yang bahkan tuhan sendiri memuliakannya. Oleh karena itu sangat relevan melawan harkat dan martabat manusia sendiri jika ia mengangkat sesuatu selain Tuhan keatas dirinya sendiri keatas manusia yang lain (melalui sikap tiranik atas sesama mannusia ). Inilah salah satu hakikat syirik, efek syirik. Seperti halnya dengan setiap system mitologis dan tirani, ialah pembelengguan dan perampasan kebebasan.
Dari berbagai konsekuensi logis faham tauhid, salah satunya yang amat kuat mempunyai dampak pembebasan social yang besar adalah egaltarianisme.
Berdasarkan egaltarianisme tauhid menghendaki system kemasyarakatan yang demokratis berdasarkan musyawarah, terbuka yang memungkinkan masing-masing anggota saling memperingatkan tentang apa yang benar dan baik, dan tentang ketabahan menghadapi perjalanan hidup serta tentang saling cinta kasih sesama manusia, suatu dasar bagi prinsip kebebasan menyatakan pendapat,[2] kebebasan karena tauhid juga menghendaki kemampuan menghargai orang lain, karena mungkin pendapat mereka lebih baik daripada pendapat pendapat yang bersangkutan sendiri, jadi tidak dibenarkan adanya absolutism antara sesama manusia.
Implikasi logis dari pandangan dunia Tauhid, seperti ditegaskan Ali Syri’ati adalah bahwa menerima kondisi masyarakat dalam keadaan penuh kontradiksi social dan diskriminasi, serta menerima pengkotak-kotakan dalam masyarakat sebagai suatu syirik, yaitu menentang pandangan kesatuan antara Allah, manusia dan alam. Secara tegas Syaria’ati seperti dikutip Eko Supriyadi dalam sosialisme islam : pemikiran ‘Ali Syari’ati’ menyatakan: jadi (tauhid) tidak terbagi-bagi atas dunia dan akherat nanti, atas yang alamiah dengan suprah alamiah, atas subtansi dan arti, atas jiwa dan raga . jadi kita memandang seluruh eksintensi sebagai suatu bentuk tunggal yang hidup dan memiliki kesadaran, cipta, rasa dan karsa.
Dalam pandangan dunia tauhid, tidak ada kontradiksi antara manusia dengan alam ruh dengan badan, dunia dengan akherat dan antara spirit dengan materi. Dengan demikian, tauhid menolak segala bentuk kontradiksi legal, social, politik, rasial, nasional, territorial maupun genetic.[3]
Sebaliknya, segala pertentangan yang muncul didunia adalah disebabkan oleh pandangan hidup syirik, yang ditandai dengan diskriminasi rasial dan kelas,
Pandangan dunia tauhid menuntut manusia hanya takut kepada satu kekuatan, yaitu kekuatan tuhan, selain itu adalah kekuatan yang tidak mutlak atau palsu, pandangan ini menggereakan manusia untuk melawan segala bentuk kekuatan dominasi, belenggu dan kenistaan oleh manusia atas manusia. Tauhid memiliki esensi sebagai gagasan yang bekerja untuk keadilan, solidaritas dan pembebasan.

 hubungan ilmu tauhid dengan akhlak kehidupan manusia
Ilmu tauhid dikenal pula dengan ilmu ushul al din, ilmu aqaid, dan ilmu kalam, yang pada intinya berkaitan dengan upaya memahami dan meyakini adanya Allah swt dengan segala sifat-sifatnya dan perbuatannya, termasuk pula mengenai rukun iman.[4]
Aqidah menitik beratkan tentang pemahaman tentang rukun iman yang selanjutnya diresap kedalam hati sehingga manusia meyakini kebenarannya.
Akhlak dimulai dari pengenalan kemudian dipahami, dihayati, dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, pendekatan aqidah dan akhlak dismaping normative dan dogmatis, dalam beberapa hal tertentu juga rasional dan praktis.
Dalam perspektif aqidah, seseorang harus mempercayai hal-hal yang gaib termasuk hal-hal yang gaib antara lain mempercayai Allah SWT beserta sifat-sifatnya, juga mempercayai keberadaan jin, setan dan iblis.
Iblis adalah makhluk Allah yang diusir dari syorga karena membangkang kepada perintah Allah. Setan merupakan jin yang jahat dan selalu menggoda manusia. Manusia juga harus mempercayai keberadaan syorga, neraka, para rasul, dan kitab-kitab yang diturunkan kepadaNya.
Dalam Islam terdapat beberapa aliran Teologi ada yang bersifat tradisional seperti aliran As ariyah, dan ada yang bersifat liberal seperti aliran Mu’tazilah. Corak pemikiran kedua aliran ini sebenarnya tidak bertentangan dengan islam.
Kemudian timbul kaum Khawarij (lawan kaum syiah) yang memandang diri mereka sebagai kaum yang berhijrah meninggalkan rumah dan kampung halaman mereka untuk mengabdikan diri kepada Allah dan Rasulnya, dan untuk memperoleh pahala dari Allah SWT sesuai dengan firmannya pada surah An-Nisa ayat 100, siapa yang berpindah dijalan Allah, niscaya akan memperoleh rizki yang banyak, siapa yang keluar dari rumahnya untuk hijrah pada Allah an rasulnya, kemudian dia meninggal (ditengah perjalanan) maka pahalanya sudah dijamin oleh Allah, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Meskipun kaum Khawarij dan Syi’ah bermusuhan tetapi keduanya sama-sama menentang kekuasan Bani Umayyah, selain itu juga ada golongan Mutazilah yang mencoba bersikap netral dan tidak mau turut campur kafir mengkafirkan sesama umat Islam, seperti dilakukan oleh kaum Khawarij dan Syi’ah. kaum Murji’ah berpendapat bahwa orang Islam yang berbuat dosa besar masih tergolong mukmin karena dia masih percaya bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Utusan allah”
Orang Islam belum dapat menyembah Allah dengan sebenarnya kallbu, didalam hatinya belum ada iman yang benar, kepercayaan yang dijiwai dengan perasaan, pikiran dan kemauan, mungkin saja ada seoarang muslim mengenal Allah sesuai dengan hak disertai hujjah atau dalil yang biasa disebut orang yang telah ma’rifat, ada juga seorang muslim mengenal Allah sesuai dengan hak namun tanpa dalil dan sekedar ikut-ikutan yang dinamakan taklid shahih, kedua macam muslim ini diakui dalam ilmu kalam, tapi dengan catatan seorang yang taklid shahhih sebaiknya berangsur-angsur mempelajari dalil-dalil, baik aqly maupun naqly.
Dalam soal iman dan Aqidah ,kita perlu waspada dengan tumbuh suburnya aliran kepercayaan ,yaitu komunitas yang percaya kepada Tuhan tetapi menyimpang dari kebenaran dan tidak tahu dalil-dalil.Kelompok semacam ini melakukan “TAUHID BATHIL”.dan menyimpang dari ajaran islam .Tetapi ada yang lebih berbahaya lagi yaitu komunitas yang mnyimpang dari yang hak ,namun dia tahu beberapa dalil naqly dan aqly.Kelompok semacam ini biasa dinamakan “JAHIL MURAQAB”.

Jika ingin  mengenal Allah berarti kita harus mengetahui ,memehami,dan menyakini sifat-sifat Allah yang wajib yaitu Ada ,Dahulu ,Kekal,berbada dengan yang baru ,Berdiri sendiri ,Maha Esa ,Kuasa ,Berkehendak,Maha Mengetahui ,Hidup,Maha Mendengar, ,Maha Melihat,dan Kalam.Dan mustahil bagi Allah bersifat yang berlawanan dengan sifat-sifat tertentu .Dan mungkin bagi Allah mengadakan atau tidak mengadakan sesuatu.
Sifat yang pertama dalam ilmu kalam dinamakan sifat nafsiyah yaitu sifat yang daoat membuktikan adnya dzat Allah SWT.Adapun sifat yang kedua sampai keenam disebut sifat salbiyah yaitusifat yang menafikan sifat-sifat yang tidak mungkin bagi Allah dan tidak layak bagi Allah SWT.Kemudiaan sifat yang ketujuh sampai ketiga belas yaitu sifat Maany yaitu sifat yang pasti dimiliki Allah SWT.
Pengajaran Akhlak dan Moralitas Islam kepada seseorang sebaiknya tidak kita lakukan secara gradual dan berangsur-angsur.Kita sebaiknya membimbing dan mendidik seseorang secara baik dan bijak.Seperti Wali Songo ,yaitu para ulama besar dan pendekatan agama dimasa lalu juga berdakwah dan menyiarkan agama islam secara bijak dan strategis.
Ilmu Tauhid akan mengajarkan amal perbuatan yang di lakukan manusia semata –mata karena dan unyuk Allah semata .Inilah yang di sebut ikhlas,ikhlas adalah akhlak yang mulia.[5]
Selain itu ,kaitan ilmu Tauhid dengan ilmu Akhlak bias dilihat dari segi fungsinya.Ilmu Tauhid menghendaki agar seseorang  yang bertauhid tidak hanya cukup menghafal Rukun Iman saja tetapi yang penting adalah meniru dan mengamalkannya sesuai dengan contoh-contoh yang ad di dalamnya .Rukun Iman erat sekali kaitannya dengan pembinaan akhlak mulia ,dalam Alquran maupun As Sunnah ,Iman dan Amal Shaleh .

3.Pengaruh Tauhid Dalam Kehidupan Globalisasi
Globalisasi dan internasionalisasi sekarang ini ,tatkala semua Bangsa tunduk pada tata dunia baru yang mengingkari ,menolak atau melupakan Tuhan ,spritualitas dan segala bentuk transeden dan orang Muslimdi tuntut mengembangkan pemahaman secara mendalam terhadap keimanan dan ajran mereka sendiri dalam dan melalui Dimensi Unuversalnya.
Dan Tiadalah Kami mengutus Kamu ,melainkan untuk menjadi Rahmat bagi semesta Alam.
Posisi terakhir ini ,melanjuti kajian yang telah kita lakukan tampaknya paling akurat dan relevan ,karena posisi ini membantu kita diluar selubung pertimbangan konstektual lama,menghadapi realitas yang sebenarnya dan menafsir ulang sumber-sumber keislaman kita dari perspektif baru.Inilah yang kita lakukan Faisahl Mawali dengan menempatkan orang Muslim menurut perspektif dunia kontemporer mereka,dalam situasi Nabi SAW ,dan Para Sahabat di Mekkah .Ketika itu,hidup sebagai kelompok minoritas mereka tidak diminta saja untuk beriman,tetapi juga menggambarkan dan menjelaskan agama mereka kepada masyarakat dan suku-suku di sekeliling mereka .Melihat keadaan tersebut sama sekali ,tidak menggambarkan visi dua kutub.Maulawi kembali ke sumber ajaran dan dalam dunia yang telah menjadi desa ,mengingatkan orang muslim akan salah satu tugasnya yang fundamental yaitu Menyeru kepada Keesaan Tuhan .Hakikat Islam “Ini Adalah seruan yang menjadi basis hubungan kita dengan non muslim bukan memerangi atau perang”[6]
Jika kemudian ,wilayah orang muslim hidup memberi mereka keamanan sebagaimana di Barat,maka kita harus menambahkan dimensi esensial yang lain pada hakikat Universal pesan Islam yakni kewajiban orang Muslim untuk memberi kesaksian terhadap kebenaran Nya melalui kehidupan dan tindakan mereka .Di luar model klasifikasi sectarian yang tudak sesuai melalui dan di dalam era globalisasi serta tatanan dunia baru ,Orang Muslim harus menerima tanggung jawab untuk membuktikan kebenaran iman mereka kepada Keesaan Tuhan dan nilai-nilai keadilan dan solidaritas pada satu sisi lain,berbuat sesuai dengan prinsip tersebut,sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
 Maulawi mengajukan konsep dar-al-dakwah .merujuk pada periode Mekkah ketika kaum Muslimin ,meskipun minoritas dalam masyarakat yang menolak wahyu baru yang di sebut dar al kuffur,menganggap diri mereka bertanggung jawab membuktikan kebenaran agama mereka dihadapan Bangsa dan suku Mereka sama halnya orang mengatakan bahwa dalam tata dunia baru dewasa ini yang tampaknya melupakan Sang Pencipta sampai pada derajat mengingkari eksistensiNya dan yang berdasarkan logika ekonomi semata ,orang muslim memikul tanggung jawab yang sama ,khususnya di jantung masyarakat industri .Mereka haus ,secara tegas dan percaya diri ,mengingatkan manusia di sekeliling mereka tentang Tuhan,spritualitas dan menyangkut urusan social ,berupaya menegakkan nilai-nilai etika ,keadilan ,dan solidaritas.Mereka harus memenfaatkannya cara yang positif.
Dimana pun orang Muslim yang menyatakan syahadat “Saya Bersaksi Tidak Ada Tuhan selain Allah Dan Muhammad adalah UtuasanNya”.Dalam keadaan aman dan dapat menjalankan kewajiban fundamental agamanya,berarti dia ada di wilayah sendiri karena Nabi SAW :Mengajarkan kita bahwa seluruh dunia adalah Masjid .Pendapat ini ,yang di dukung  oleh para Ulama atau pemikir Reformis ,seperti AL AFGHANI,ABDUH,IQBAL,dan AL BANNA,sekarang ini mendapatkan relevansi baru.
Mengingat sumber ajaran kita ,pesan Universal Islam,kita dapat secara tepat merujuk pada konsep syahadat (Pembuktian ,Kesaksian),sebab syahadat  menggambarkan dua aspek penting.Yang pertama ,merujuk pada syhadat yang oleh setiap muslim harus dinyatakan di hadapan Tuhan dan semua umat manusia bahwa melalaui kesaksian ini dia menetapkan identitasnya .Yang kedua ,berhubungan dengan kewajiban muslim ,sesuai dengan perintah Alquran “bersaksi(atas kebenaran keimanan mereka).di hadapan manusia.Dengan konsep syahadat kesaksian ,kita dapat menyatukan dua rukun esensial keimanan islam:ketetapan yang jelas tentang identitas kita melalui keimanan kita kepada Keesaan Tuhan (Tauhud)dan wahyu terakhirNya kepada Nabi Muhammad SAW.Disertai kesadaran bahwa kita memikul tanggung jawab mengingatkan manusia akan keberadaan Tuhan dan berprilaku dengan Akhlak Mulia,sehingga kehadirannya kita di tengah-tengah manusia,dengan sendirinya menjadi pengingat adanya pencipta ,spritualitas dan etika .Funsi ganda konsep syahadat ini dapat di ungkapkan melalui enam unsur berikutnya .Ketiga unsure yang pertama  merujuk pada identitas Muslim per se ,dan yang selebihnya merujuk pada perannya dalam masyarakat.
1.Dengan mengucapkan syahadat,Muslim bersaksi atas keimananya dan memberikan potret identitasnya secara jelas.Dia Laki-laki atau Perempuan adalah Muslim atau Muslimah ,percaya kepada Tuhan ,RasulNya,para Malaikat,kitab –kitab suciNya,Takdir dan Hari Kebangkitan .Dia percaya bahwa ajaran –ajaran Islam adalah buah dari wahyu dan dari wahyu dan dia menjadi bagian dari ummat(komunitas)Islam.
2.Syahadat ,sebagai yang pertama diantara lima rukun Islam ,tidak saja bertalian erat dengan ibadah dan amaliah tidak benar tanpanya.
3.Secara lebih luas lagi,dengan syahadat berarti orang Muslim harus atau paling tidak dibolehkan untuk memetahui perintah dan ketentuan agamanya dan bertindak sesuai dengan ketentuan halal dan harum menurut Islam .Dia tidak boleh di paksa untuk bertindak melanggar hati nuraninya karena hal ini sama dengan mengingkari identitasnya.
4.Menyatakan identitas berarti bersaksi di hadapan Tuhan dengan menjunjung tinggi amanhNya,karena iman pada dasarnya suatu amanah(amanat).Hubungan antar manusia juga di dasarkan pada penghargaan ,kepercayaan,dan yang paling utama komitmen mutlak pada kesepakatan ,kontrak yang telah di buat secara eksplist atau implicit.
5.Sebagai orang yang beriman di tengah sesama manusia .Orang Muslim harus membuktikan syahadatnya di hadapan orang lain ,Dia harus menyajikan islam ,menjelaskan isi dari iman dan ajaran Islam secara lengkap .Dalam setiap bentuk masyarakat dan tentu saja di lingkungan non muslim .Dia menjadi seseorang saksi,seorang syahid dan ini mencangkup konsep dakwah.
6.Syahadat bukan Cuma soal berbicara .Seorang Muslim adalah dia yang beriman dan bertindak konsisten dengan keimananya.
Jadi,konsep syahadat ini tampaknya ,menurut hemat kita paling tepat untuk menyampaikan persepsi global mengenai identitas maupun fungsi orang Muslim menurut ajaran islam .Konsep ini juga cocok untuk situasi kita saat ini ,sebab konsep ini memindahkan kita mengungkapkan dan menghubungkan identitas dan tanggung jawab social kita sebagai muslim.

4.Kedudukan Tauhid dalam Islam dan Urgensinya
Dakwah merupakan ibadah yang agung. Sayangnya, dakwah telah banyak disalahgunakan untuk membungkus kampanye politik dalam rangka mencari pengikut, merekrut simpatisan dan kader partai, atau sekedar mencari dunia. Di sisi lain, ada da’i yang mengkhususkan pada persoalan-persoalan politik hingga melupakan hal-hal mendasar dalam Islam. Lalu bagaimanakah sesungguhnya dakwah Rasulullah itu?
Terlalu banyak seruan atau ‘dakwah’ ilallah (menuju Allah) yang kita jumpai di sekeliling kita. Masyarakat pun dengan mudahnya mengatakan bahwa ‘dakwah itu semuanya sama’. Benarkah? Lalu manakah seruan yang benar yang akan mendekatkan kepada Allah?
Beragamnya seruan itu sendiri telah menjadi sunnatullah. Telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari shahabat Abdullah bin Mas’ud, bahwasanya Abdullah bin Mas’ud bercerita di mana Rasulullah membuat satu garis lurus dan mengatakan: “Ini adalah jalan Allah yang lurus.” Lalu beliau membuat garis-garis yang banyak dari arah kanan dan arah kiri dan beliau mengatakan: “Ini adalah jalan-jalan dan tidak ada satupun dari jalan tersebut melainkan syaitan menyeru di atasnya.” Kemudian beliau membacakan firman Allah: “Dan ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka tempuhlah ia dan jangan kalian menempuh jalan yang banyak tersebut yang pada akhirnya akan memecah diri-diri kalian dari jalan-Nya.”
As Sa’dy menjelaskan apa yang dimaksud dengan jalan yang lurus tersebut di dalam kitab tafsirnya: “Adalah jalan yang sangat jelas yang akan menyampaikan kita kepada Allah dan kepada surga-Nya. Jalan yang lurus itu adalah mengenal yang hak dan mengamalkannya.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam juga telah menjelaskan akan munculnya para da’i yang menyeru di atas jurang neraka. Dalam hadits Hudzaifah bin Yaman yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Hudzaifah mengatakan: “Orang-orang bertanya kepada Rasulullah tentang kebaikan dan aku bertanya kepada beliau tentang kejelekan yang khawatir akan menimpaku. Lalu aku berkata: “Ya Rasulullah, tatkala kami berada dalam kehidupan jahiliyah Allah mendatangkan kebaikan ini (Islam). Apakah setelah kebaikan ini ada kejelekan? Rasulullah menjawab: “Ya.” Aku berkata lagi: “Apakah setelah kejelekan ini ada kebaikan?” Rasulullah menjawab: “ Ya, akan tetapi ada asapnya.” Aku mengatakan: “Apakah asapnya wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “Kaum yang mengambil petunjuk selain petunjukku kamu kenal dan kamu ingkari.” Aku berkata: “Apakah setelah kebaikan ini ada kejelekan?” Rasulullah menjawab: “Ya, yaitu para da’i yang berada di pintu neraka dan barangsiapa yang memenuhi seruannya, maka akan mencampakkannya ke jurang neraka tersebut.”
Kedua hadits di atas menjelaskan tentang adanya sunnatullah munculnya berbagai seruan yang semuanya mengangkat panji Islam dan mengatasnamakan Islam. Akan tetapi seruan yang benar adalah satu dan jalan yang benar adalah satu dan tidak berbilang. Allah berfirman:
“Tidaklah setelah kebenaran itu melainkan kesesatan.” (Yunus: 32)
Hadits tadi juga menjelaskan bahwa jalan yang tidak benar itu lebih banyak daripada jalan yang benar. Demikian juga dengan da’i yang menyeru kepada kesesatan, lebih banyak dibanding dengan para penyeru kebenaran

Kedudukan Tauhid

Tidak ada keraguan lagi bahwa tauhid memiliki kedudukan yang tinggi bahkan yang paling tinggi di dalam agama. Tauhid merupakan hak Allah yang paling besar atas hamba-hamba-Nya, sebagaimana dalam hadits Mu’adz bin Jabal radiyallahu ‘anhu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam berkata kepadanya: “Hai Mu’adz, tahukah kamu hak Allah atas hamba-Nya dan hak hamba atas Allah? Ia menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”. Beliau mengatakan: “Hak Allah atas hamba-Nya adalah mereka menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun.” ( HR. Bukhari dan Muslim)
1. Tauhid merupakan dasar dibangunnya segala amalan yang ada di dalam agama ini. Rasulullah bersabda:
“Islam dibangun di atas lima dasar, bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji dan puasa pada bulan Ramadhan.” (Shahih, HR. Bukhari dan Muslim dari Abdullah Ibnu Umar)
2. Tauhid merupakan perintah pertama kali yang kita temukan di dalam Al Qur’an sebagaimana lawannya (yaitu syirik) yang merupakan larangan paling besar dan pertama kali kita temukan di dalam Al Qur’an, sebagaimana firman Allah:
“Hai sekalian manusia, sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian agar kalian menjadi orang-orang yang bertakwa. Yang telah menjadikan bumi terhampar dan langit sebagai bangunan dan menurunkan air dari langit, lalu Allah mengeluarkan dengannya buah-buahan sebagai rizki bagi kalian. Maka janganlah kalian menjadikan tandingan-tandingan bagi Allah”. (Al-Baqarah: 21-22)
Dalil yang menunjukkan hal tadi dalam ayat ini adalah perintah Allah “sembahlah Rabb kalian” dan “janganlah kalian menjadikan tandingan bagi Allah”.
3. Tauhid merupakan poros dakwah seluruh para Rasul, sejak Rasul yang pertama hingga penutup para Rasul yaitu Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassallam. Allah berfirman:
Dan sungguh Kami telah mengutus pada setiap umat seorang Rasul (yang menyeru) agar kalian menyembah Allah dan menjauhi thagut.” (An-Nahl: 36)
4. Tauhid merupakan perintah Allah yang paling besar dari semua perintah. Sementara lawannya, yaitu syirik, merupakan larangan paling besar dari semua larangan.
Allah berfirman:
Dan Rabbmu telah memerintahkan agar kalian jangan menyembah kecuali kepada-Nya dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua.(Al-Isra: 23)
Dan sembahlah oleh kalian Allah dan janganlah kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. (An-Nisa: 36)
5. Tauhid merupakan syarat masuknya seseorang ke dalam surga dan terlindungi dari neraka Allah, sebagaimana syirik merupakan sebab utama yang akan menjerumuskan seseorang ke dalam neraka dan diharamkan dari surga Allah. Allah berfirman:
Sesungguhnya barangsiapa yang menyekutukan Allah maka Allah akan mengharamkan baginya surga dan tempat kembalinya adalah neraka dan tidak ada bagi orang-orang dzalim seorang penolongpun.” (Al-Maidah: 72)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda:
Barang siapa yang mati dan dia mengetahui bahwasanya tidak ada ilah yang benar kecuali Allah, dia akan masuk ke dalam surga.” (Shahih, HR Muslim No.26 dari Utsman bin Affan)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda:
Barangsiapa yang kamu jumpai di belakang tembok ini bersaksi terhadap Lailaha illallah dan dalam keadaan yakin hatinya, maka berilah dia kabar gembira dengan surga.” (Shahih, HR Muslim No.31 dari Abu Hurairah)
6. Tauhid merupakan syarat diterimanya amal seseorang dan akan bernilai di hadapan Allah. Allah berfirman:
Dan tidaklah mereka diperintahkan melainkan agar mereka menyembah Allah dan mengikhlaskan bagi-Nya agama. ” (Al-Bayinah: 5)

Tauhid Poros Dakwah Para Rasul

Menggali dakwah seluruh para rasul dan sepak terjang mereka dalam memikul amanat dakwah ini, niscaya akan kita temukan keanehan di atas keanehan yang seandainya kita yang memikulnya, sunggguh kita tidak akan sanggup.
Dakwah membutuhkan keikhlasan agar bisa bernilai di sisi Allah dan untuk mengikat diri kita dengan pemilik dakwah itu, yaitu Allah, serta mendapatkan segala apa yang dipersiapkan di negeri akhirat. Dakwah membutuhkan keberanian untuk tidak gentar, takut, dan lari ketika menghadapi segala tantangan. Dakwah membutuhkan kesabaran terhadap segala ujian dan tantangan di atasnya. Dakwah membutuhkan istiqamah untuk selalu bersemangat di atas dakwah meskipun kebanyakan orang tidak menerimanya. Dakwah membutuhkan iman yang kuat dan yakin terhadap pertolongan pemilik dakwah ini yaitu Allah. Dakwah membutuhkan tawakal, kelembutan, dan segala bentuk akhlak yang mulia.
Allah telah menjelaskan di dalam Al Qur’an bahwa yang menjadi poros dakwah para rasul adalah seruan untuk mentauhidkan Allah sebagaimana firman Allah:
Dan sungguh Kami telah mengutus pada setiap umat itu seorang rasul (yang menyeru) agar kalian menyembah Allah dan menjauhi thagut.(An-Nahl: 36)

Respon Teologis Atas Nasib Manusia
Perkataan Teologi sebagaimana di jelaskan dalam “ENCYCLOPEDIA OF RELIGION AND RELIGIOUS”Berarti “ilmu yang membicarakan tentang Tuhan dan HubungaNya dengan alam semesta ,Namun sering sekali di perluas mencangkup keseluruhan bidang agama”Dari Pengertian ini agaknya perkataan teologi lebih tepat di padankan dengan istilah fiqh ,dan bukan hanya dengan “ilmu kalam atau ilmu Tauhid” .Dengan istilah fiqh disini bukanlah di maksudkan ilmu fiqh sebagaimana kita pahami selama ini ,melainkan istilah fiqh sebagaimana pernah di gunakan sebelum lahirnya ilmu fiqh itu sendiri.
Imam Abu Hanifah ,Bapak ilmu Fiqh menulis buku “Al fiqhul –Akbar(fiqh besar) yang isinya bukan tentang ilmu fiqh ,akan tetapi justru tentang aqidah yang menjadi obyek pembahasan ilmu kalam atau ilmu Tauhid.Boleh jadi ilmu fiqh yang berkembang saat ini ,dalam kerangka pemikiran  Imam Abu Hanifah adalah “Al fiqhul –Asghar”(fiqh kecil).Sebab keduanya baik ilmu kalam atau Tauhid dan ilmu fiqh pada dasarnya fiqh atau pemahaman yang tersistimatisasikan yang pertama menyangkut bidang Ushuliyah (prinsip pokok)dan yang kedua menyangkut bidang furuiyah (detail-cabang)
Akan tetapi,perjalanan sejarah dan tradisi keilmuan islam telah menyingkirkan pengertian fiqh sebagaimana di pergunakan oleh Imam Abu Hanifah .Dengan menyinggung masalah ini saya hanya ingin mengatakan bahwa pemakaian istilah Teologi mempunyai alasan  yang cukup kuat ,sebab ia membantu kita untuk memahami Islam secara  lebih utuh dan padu .Karena itu ,kita tentu sepakat bahwa ide sentral dalam Teologi Alquran adalah ide Tauhid.
Agaknya,kasus kekalahan partai-partai islam dalam pemilu 1999 yang lalu partai Islam yang di maksudkan di sini adalah baik dalam bentuk symbol atau asas Islam ,pengurus Islam ,pendukung Islam maupun program yang islami dapat kita jadikan sebagai studi kasus untuk memahami respon Teologis Alquran terhadap nasib-nasib partai Islam yang kini tengah di permainkan oleh Realitas Sejarahnya .Secara cukup mencengangkan itu ,kegagalan partai-partai Islam untuk memperoleh dukungan yang signifikan dari pemilih Islam ,secara umum  di klaim oleh beberapa kalangan sebagai kegagalan para pamimpin islam dalam membangun cta-cita sosialnya yang Madaniyah di Tanah Air .Sehingga tidak heran bila beberapa pengamat  mengatakannya sebagai “peringatan” dan bahkan azab dari ALLAH SWT untuk para pemimpin Islam yang egois dan Individualistis. 

















[1] ABAD BADRU ZAMAN, dari teologi menuju aksi, pustaka belajar, Yogyakarta, 2009, hal 200
[2] Ibib hal 202
[3] Ibid hal 205
[4] Drs. M. solihin, mag, m rasyid anwar. Sag, akhlak tasawuf manusia, etika dan ma’na hidup. Nuansa, bandung: 2004. Hal 65
[5] ibid,hal 66
[6] Tariq Ramadan,Teologi Dialog Islam Barat,Mizan ,Bandung,2002,HAL 64

Tidak ada komentar:

Posting Komentar