Rabu, 22 Juni 2011

Makna Shalad

Kaligrafi Salat

Adapun kemudian daripada itu, yakni daripada memuji Allah dan mengucapkan shalawat kepada Rasulullah SAW, maka inilah suatu kitab yang sudah dipindahkan dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia, supaya mudah bagi orang yang baru belajar menginginkan Allah. Bahwasanya diceritakan dari Abdullah Bin Umar r.a, katanya adalah kamu berduduk pada suatu orang kelak ke hadapan Rasulullah SAW, minta belajar ilmu Jibril a.s, daripada ilmu yang sempurna dunia dan akhirat, yaitu membiasakan dari hakikat didalam shalat lima waktu yaitu wajib bagi kita untuk mengetahuinya. Yang harus mereka ketahui pertama kali hakikat shalat ini supaya sempurna kamu menyembah Allah, bermula hakikatnya didalam shalat itu atas 4 (empat) perkara :
1. BERDIRI (IHRAM).
2. RUKU’ (MUNAJAH).
3. SUJUD (MI’RAJ).
4. DUDUK (TABDIL).

Adapun hakikatnya :
1. BERDIRI ( IHRAM) itu karena huruf ALIF asalnya dari API, bukan api pelita dan bukan pula api bara. Adapun artinya API itu bersifat JALALULLAH, yang artinya sifat KEBESARAN ALLAH TA’ALA, yang terdiri atas 2 (dua) perkara :
• KUAT.
• LEMAH.

Yang merupakan kudrat dan iradat-Nya juga, karena hamba itu tidak mempunyai KUAT dan LEMAH karena hamba itu di-KUAT-kan dan di-LEMAH-kan oleh ALLAH, bukannya kudrat dan iradat Allah itu lemah. Adapun kepada hakikatnya yang sifat lemah itu shalat pada sifat kita yang baharu ini. Adapun yang dihilangkan tatkala BERDIRI itu adalah pada segala AP’AL (perbuatan) hamba yang baharu.

2. RUKU’ (MUNAJAH) itu karena huruf LAM Awal, asalnya dari ANGIN, bukannya angin barat dan bukan pula angin timur. Adapun artinya ANGIN itu bersifat JAMALULLAH yang artinya sifat KEELOKAN ALLAH TA’ALA, yang terdiri atas 2 (dua) perkara :
• TUA.
• MUDA.

Yang merupakan kudrat dan iradat-Nya juga. Adapun hamba itu tidak mempunyai TUA dan MUDA. Adapun yang dihilangkan tatkala RUKU’ itu adalah pada segala ASMA (nama) hamba yang baharu.

3. SUJUD (MI’RAJ) itu karena huruf LAM Akhir, asalnya dari AIR, bukannya air laut dan bukan pula air sungai. Adapun artinya AIR itu bersifat QAHAR ALLAH yang artinya sifat KEKERASAN ALLAH TA’ALA, yang terdiri atas 2 (dua) perkara :
• HIDUP.
• MATI.

Yang merupakan kudrat dan iradat-Nya juga. Adapun hamba itu tidak pun mempunyai HIDUP dan MATI. Adapun yang dihilangkan tatkala SUJUD itu adalah pada segala NYAWA (sifat) hamba yang baharu.

4. DUDUK (TABDIL) itu karena huruf HA, asalnya dari TANAH, bukannya pasir dan bukan pula tanah lumpur. Adapun artinya TANAH itu bersifat KAMALULLAH yang artinya sifat KESEMPURNAAN ALLAH TA’ALA, yang terdiri atas 2 (dua) perkara :
• ADA.
• TIADA.

Yang merupakan kudrat dan iradat-Nya juga. Adapun hamba itu tidak ADA dan TIADA. Adapun yang dihilangkan tatkala DUDUK itu adalah pada segala WUJUD/ZAT hamba yang baharu, karena hamba itu wujudnya ADAM yang artinya hamba tiada mempunyai wujud apapun karena hamba itu diadakan/maujud, hidupnya hamba itu di-hidupkan, matinya hamba itu di-matikan dan kuatnya hamba itu di-kuatkan.

Itulah hakikatnya shalat. Barangsiapa shalat tidak tahu akan hakikat yang empat tersebut diatas, shalatnya hukumnya KAFIR JIN dan NASRANI, artinya KAFIR KEPADA ALLAH, ISLAM KEPADA MANUSIA, yang berarti KAFIR BATHIN, ISLAM ZHAHIR, hidup separuh HEWAN, bukannya hewan kerbau atau sapi. Tuntutan mereka berbicara ini wajib atas kamu. Jangan shalat itu menyembah berhala !!!.

INILAH PASAL

Masalah yang menyatakan sempurnanya orang TAKBIRATUL IHRAM, yaitu hendaklah tahu akan MAQARINAHNYA.
Bermula MAQARINAH shalat itu terdiri atas 4 (empat) perkara :
1. BERDIRI (IHRAM).
2. RUKU’ (MUNAJAH).
3. SUJUD (MI’RAJ).
4. DUDUK (TABDIL).

Adapun hakikatnya :
Adapun hakikatnya BERDIRI (IHRAM) itu adalah TERCENGANG, artinya : tiada akan tahu dirinya lagi, lupa jika sedang menghadap Allah Ta’ala, siapa yang menyembah?, dan siapa yang disembah?.

Adapun hakikatnya RUKU’ (MUNAJAH) itu adalah BERKATA-KATA, artinya : karena didalam TAKBIRATUL IHRAM itu tiada akan menyebut dirinya (asma/namanya), yaitu berkata hamba itu dengan Allah. Separuh bacaan yang dibaca didalam shalat itu adalah KALAMULLAH.

Adapun hakikatnya SUJUD (MI’RAJ) itu adalah TIADA INGAT YANG LAIN TATKALA SHALAT MELAINKAN ALLAH SEMATA.

Adapun hakikatnya DUDUK (TABDIL) itu adalah SUDAH BERGANTI WUJUD HAMBA DENGAN TUHANNYA.

Sah dan maqarinahnya shalat itu terdiri atas 3 (tiga) perkara :
1. QASHAD.
2. TA’ARADH.
3. TA’IN.

Adapun QASHAD itu adalah menyegerakan akan berbuat shalat, barang yang dishalatkan itu fardhu itu sunnah.
Adapun artinya TA’ARRADH itu adalah menentukan pada fardhunya empat, tiga atau dua.
Adapun TA’IN itu adalah menyatakan pada waktunya, zhuhur, ashar, maghrib, isya atau subuh.

INILAH PASAL

Masalah yang menyatakan sempurnanya didalam shalat :
Adapun sempurnanya BERDIRI (IHRAM) itu hakikatnya :
Nyata kepada AP’AL Allah.
Hurufnya ALIF.
Alamnya NASUWAT.
Tempatnya TUBUH, karena tubuh itu kenyataan SYARIAT.

Adapun sempurnanya RUKU’ (MUNAJAH) itu hakikatnya :
Nyata kepada ASMA Allah.
Hurufnya LAM Awal.
Alamnya MALAKUT.
Tempatnya HATI, karena hati itu kenyataan THARIQAT.

Adapun sempurnanya SUJUD (MI’RAJ) itu hakikatnya :
Nyata kepada SIFAT Allah.
Hurufnya LAM Akhir.
Alamnya JABARUT.
Tempatnya NYAWA, karena Nyawa itu kenyataan HAKIKAT.

Adapun sempurnanya DUDUK (TABDIL) itu hakikatnya :
Nyata kepada ZAT Allah.
Hurufnya HA.
Alamnya LAHUT.
Tempatnya ROHANI, karena ROHANI itu kenyataan MA’RIFAT.

Adapun BERDIRI (IHRAM) itu kepada SYARIAT Allah.
Hurufnya DAL.
Nyatanya kepada KAKI kita.

Adapun RUKU’ (MUNAJAH) itu kepada THARIQAT Allah.
Hurufnya MIM.
Nyatanya kepada PUSAT (PUSER) kita.

Adapun SUJUD (MI’RAJ) itu kepada HAKIKAT Allah.
Hurufnya HA.
Nyatanya kepada DADA kita.

Adapun DUDUK (TABDIL) itu kepada MA’RIFAT Allah.
Hurufnya MIM Awal.
Nyata kepada KEPALA (ARASY) kita.

Jadi Orang Shalat membentuk huruf AHMAD / MUHAMMAD.

INILAH PASAL

Asal TUBUH kita (jasmaniah) kita dijadikan oleh Allah Ta’ala atas 4 (empat) perkara :
1. API.
2. ANGIN.
3. AIR.
4. TANAH.

Adapun NYAWA kita dijadikan Allah Ta’ala atas 4 (empat) perkara :
1. WUJUD.
2. NUR ILMU.
3. NUR.
4. SUHUD.

Adapun MARTABAT Tuhan itu ada 3 (tiga) perkara :
1. AHADIYYAH.
2. WAHDAH.
3. WAHIDIYYAH.

Adapun TUBUH kita dijadikan Allah Ta’ala atas 4 (empat) perkara :
1. WADIY.
2. MADIY.
3. MANIY.
4. MANIKEM.

INILAH PASAL

Masalah yang menyatakan jalan kepada Allah Ta’ala atas 4 (empat) perkara :
1. SYARIAT. = AP’AL. = BATANG TUBUH.
2. THARIQAT. = ASMA. = HATI. DIRI
3. HAKIKAT. = SIFAT. = NYAWA. KITA
4. MA’RIFAT. = RAHASIA. = SIR.

Adapun hakikatnya :
SYARIAT itu adalah KELAKUAN TUBUH.
THARIQAT itu adalah KELAKUAN HATI.
HAKIKAT itu adalah KELAKUAN NYAWA.
MA’RIFAT itu adalah KELAKUAN ROHANI.

Adapun yang tersebut diatas itu nyata atas penghulu kita Nabi MUHAMMAD. Karena lafadz MUHAMMAD itu 4 (empat) hurufnya yaitu :
1. MIM Awal.
2. HA.
3. MIM Akhir.
4. DAL.

Adapun huruf MIM Awal itu ibarat KEPALA.
Adapun huruf HA itu ibarat DADA.
Adapun huruf MIM Akhir itu ibarat PUSAT (PUSER).
Adapun huruf DAL itu ibarat KAKI.

Adapun huruf MIM Awal itu MAQAM-nya kepada alam LAHUT.
Adapun huruf HA itu MAQAM-nya kepada alam JABARUT.
Adapun huruf MIM Akhir itu MAQAM-nya kepada alam MALAKUT.
Adapun huruf DAL itu MAQAM-nya kepada alam NASUWAT.

Sah dan lagi lafadz ALLAH terdiri dari 4 (empat) huruf :
1. ALIF.
2. LAM Awal.
3. LAM Akhir.
4. HA.

Adapun huruf ALIF itu nyatanya kepada AP’AL Allah.
Adapun huruf LAM Awal itu nyatanya kepada ASMA Allah.
Adapun huruf LAM Akhir itu nyatanya kepada SIFAT Allah.
Adapun huruf HA itu nyatanya kepada ZAT Allah.

Adapun AP’AL itu nyata kepada TUBUH kita.
Adapun ASMA itu nyata kepada HATI kita.
Adapun SIFAT itu nyata kepada NYAWA kita.
Adapun ZAT itu nyata kepada ROHANI kita.

INILAH PASAL

Masalah yang menyatakan ALAM. Adapun ALAM itu atas 2 (dua) perkara :
1. ALAM KABIR (ALAM BESAR/ALAM NYATA).
2. ALAM SYAQIR (ALAM KECIL/ALAM DIRI KITA).

Adapun ALAM KABIR itu adalah alam yang NYATA INI.
Adapun ALAM SYAQIR itu adalah alam DIRI KITA INI.

ALAM KABIR (ALAM BESAR) itu sudah terkandung didalam ALAM SYAQIR karena ALAM SYAQIR itu bersamaan tiada kurang dan tiada lebih, lengkap dengan segala isinya bumi dan langit, arasy dan kursy, syurga, neraka, lauhun (tinta) dan qolam (pena), matahari, bulan dan bintang.

Adapun BUMI / JASMANI didalam tubuh kita itu terdiri atas 7 (tujuh) lapis yaitu :
1. BULU.
2. KULIT.
3. DAGING.
4. URAT.
5. DARAH.
6. TULANG.
7. LEMAK (SUM-SUM).

Adapun LANGIT / ROHANI (OTAK/ARASY) didalam tubuh kita itu terdiri atas 7 (tujuh) lapis pula :
1. DIMAK (LAPISAN BERPIKIR/RUH NABATI).
2. MANIK (LAPISAN PANDANGAN/RUH HEWANI).
3. NAFSU (RUH JASMANI).
4. BUDI (RUH NAFASANI).
5. SUKMA (RUH ROHANI).
6. RASA (RUH NURANI).
7. RAHASIA (RUH IDHAFI).

Adapun MATAHARI didalam tubuh kita yaitu NYAWA kita.
Adapun BULAN didalam tubuh kita yaitu AKAL kita.
Adapun BINTANG didalam tubuh kita yaitu ILMU kita (ada yang banyak dan ada pula yang sedikit).
Adapun SYURGA didalam tubuh kita yaitu AMAL SHALEH kita.
Adapun NERAKA didalam tubuh kita yaitu DOSA-DOSA kita.

Adapun LAUT didalam tubuh kita ada 2 (dua) yaitu :
1. LAUT ASIN.
2. LAUT TAWAR.

Adapun LAUT ASIN didalam tubuh kita yaitu AIR MATA kita.
Adapun LAUT TAWAR didalam tubuh kita yaitu AIR LUDAH kita.

Adapun MAHLIGAI didalam tubuh kita ada 7 (tujuh) pula yaitu :
1. DADA.
2. QALBUN.
3. BUDI.
4. JINEM.
5. NYAWA.
6. RASA.
7. RAHASIA.

Didalam DADA itu QALBUN dan didalam QALBUN itu BUDI dan didalam BUDI itu JINEM dan didalam JINEM itu NYAWA dan didalam NYAWA itu RASA dan didalam RASA itu RAHASIA (SIR)

Senin, 20 Juni 2011

Psikologi Konversi agama

berasal dari bahasa latin "konfersiun" dalam bahasa inggris konvertion berarti berubah dari suatu keadaan atau dari suatu agama ke agama lain,konversi agama menurut terminologi mathchined mengatakan bahwa konversi agama
:suatu tindakan di mana seseorang /sekelompok orang masuk/pindah ke suatu sistem kepercayaan perilaku yang berlawanan arah dengan kepercyaan sebelumnya.
Karakteristik konversi agama adalah
1.Perubahan arah pandangan hidup/dari keyakinan yang di anutnya
2.Perubahan yang di sebabkan kondisi kejiwaan terjadi secara mendadak dan berangsur
3.Perubahan itu terjadi perubahan sikap penganut terhadap agamanya
4.faktor petunjuk ilahi/hidayah

Penyebab faktor terjadinya konversi agama menurut matchined ada beberapa hal:
a.ahli agama mengatakan bahwa terjadi konversi agama bermula dari petunjuk ilahi
b.para ahli sosiolog berkesimpulan konversi agama di sebabkan faktor sosial
1.pengaruh faktor pergaulan
2.kebiasaan rutin
3.propaganda orang lain
4.pimpinan keagamaan
5.perkumpulan berdasarkan agama
6.kekuasaan pimpinan

Para ahli pendidikan bahwa pendidikan pengajaran turut mempengaruhi konversi agama,Dye para ahli psikologi mariam gien mengatakan secara psikologis faktor terjadinya konversi agama ada 2 hal,
1.konersi agama terjadi karena adanya tenaga jiwa yang menguasai pusat kebiasaan seseorang sehingga pada dunia timbul persepsi baru dalam bentuk ide/gagasan
2.konversi agama di karenakan suatu krisis secara mendadak timbul konversi agama ada 2 bentuk yaitu,a. secara lambat dan perubahan drastis

Faktor in heren-yaitu faktor kepribadian
Faktor ekstern -yaitu keluarga ,lingkungan ,tempat tinggal
                                             ,status ,faktor kemiskinan

Proses konversi agama menurut Zakia Drajat:
seseorang melakukan konversi agama melalui beberapa tahap:
1.masa tenang ,pada masa ini agama berpengruh terhadap kepribadiannya atau mereka sikap acuh tak acuh terhadap agam sehingga mereka berbuat sekehendaknya
2.masa ketidak tenangan perbuatan dan tindakan yang bertentangan terhadap agama telah mempengaruhi jiwanya (seperti krisis,musibah/perasaan berdosa telah menghantui dirinya timbullah) msa kegoncangan-berpikir-mencari keyakinan baru terhadap permaslahan baru
3.masa konversi:masa menyatakan diri berpindah atau tidak
4.masa tenang atau tentram:orang yang merasa puas terhadap pilihan agama baru dalam mengatasi permasalahannya
5.masa ekspresi konversi:masa yang mengekspresikan ,beramal dengan ekspresi agamanya

Minggu, 19 Juni 2011

Teologi keadilan

Melihat dari dua suku kata
Teologi merupakan arti dari semua tentang sifat Tuhan ,eksistensi Tuhan yang berpandangan secara filosofis
Teologi juga membahas  tujuan dari kebahagiaan dunia dan akhirat,sumber dari teologi sendiri merupakan dari Al quran,hadist dan qiyas
Sedangkan kata adil/keadilan itu sendiri merujuk pada rasa.yang merupakan arti menempatkan sesuatu pada proporsinya

Keadilan Politik
merupakan tujuan dari seorang Pemimpin yang berkuasa  yang memiliki tujuan prinsip yaitu sesuai dengan yang berkuasa(Aristoteles)ini tidak sejalan dengan ajaran agama
Keadilan politik berbicara dalam luas cakupannya
Hukum sendiri bagian dari dinamika politik dalam sebuah negara
penguasa bisa adil ataupun tidak adil sesuai dengan legal hukum /UU

BERDASARKAN aspek sebenarnya politik berdasarkan kemanusiaan pada umumnya
namun legitimasi dalam sebuah negara di buat berdasarkan pemikiran manusia ,pemikiran manusia merupakan bukan artyi ideal,karena ideal diluar agama relatif
hakikat rasa adil itu sendiri sebelumnya belum tentu ada konkretnya

Keadilan Teologis
Berbicara tentang aliran Kalam dalam dunia Islam
Muta'zilah berpendapat 1.Ketuhanan yang di katakan adil pada Tuhan apabila menempatkan Tuhan Esa
2.al adil/keadilan
3.prinsip janji dan keberagamaan:sesuai dengan proporsinya manusia di beri akal budi untuk menjalankan kehidupan dengan akal budi dia tahu apa yang di perbuatnya dan ancaman serta ganjaran yang di berikan
4.Prinsip antara manzilah dan manzilatain:menempatkan keduanya di antara.filsafat=dalil itulah mutlak

sedangkan menurut Qadariah yang di katakan adil harus berdasarkan akal budi
Keadilan Tuhan mutlak adanya
sedangkan keadilan manusia relatif
keadilan retributif bersifat legal berjalur pada domain syariat,keadilan berbicara pada etika,akhlak <pada Allah,alam semesta dan alam>

Keadilan sebagai kehendak ilahi
kaum Mutazilah=antogomisme dengan aliran kalam lainnya
mengatakan doktrin Keesaan Tuhan
persoalannya pada bergantung pada akal budi ,dali merupakan nomor dua
mempercayakan keadilan merupak ikhtiar bukan berdasarkan takdir
sedangkan menurut Ahlu sunnah -dasar hukum bukan semata-mata akal namun ALQURAN,HADIST dAN QIYAS .IJMA
menurut syiah :wahyu sejalan dengan akal budi yang artinya tidak berdiri sendiri.

yang di katakan agen bebas adalah di berikan kebebasan untuk memilih apa dalam berbuat.dalam memilih seseorang dapat merasa keadilan in heren.

Keadilan merupakan ungkapan kecintaan
tujuannya dalam berbuat ibadah dalam keseharian agar mendapat kan ridho dari Tuhan,akal budi berperan dalam mengungkapkan rasa kecintaan pada Tuhan berupa sajak,ataupun syair keimanan.

Keadilan filosofis
keadilan tak semata-mata rasio
keadilan rasio sejalan dengan wahyu -keseimbangan keadilan ilahi dengan keadilan alamiah
menurut Aristoteles :Semua manusia cenderung mengalami keadilan sejak lahir
adil-akal budi-hati nurani

Keadilan Sosial
=yang di sesuaikan norma/nilai yang mengejewantahkan terhadap publik .idealisme adalah keadilan ilmiah
kebiasaan dalam masyarakat sebagai ketentuan hukum,yang dikatakan adil.biasanya kegiatan adat istiadat bertentangan dengan hukum
dan keadilan sosial berdasarkan destributif,dan fakutatif:yaitu berdasarkan kesepakatan kelompok

Konsep keadilan Rasul
jadi hidup harus berimbang antara akhirat dan dunia di jadikan ladang bercocok tanam kelak bekal di bawa akhirat

Perubahan keadilan zaman modern:adil merupakan suatu proses
-keadilan ilahi:bisa dinilai pembuktian melalui wahyu
pokok persoalan pada Allah dan manusia sebagai objek.objek hukum adalah perbuatan manusia
manusia berada pada 2 sisi:kebaikan dan keburukan .dengan akal budi manusia memilih di antar keduanya

menurut Effendi;HAM dalam islam merupakan rasa keadilan itu bisa terwujud tanpa adanya hak


MEMBANGUN KESEJAHTERAAN SOSIAL BERBASIS TEOLOGI KEADILAN ISLAM

DALAM MENINGKATKAN HARKAT DAN MARTABAT KEMANUSIAAN PAHLAWAN DEVISA DALAM LINTAS NEGARA DAN GLOBALISASI


Indonesia merupakan salah satu negara terbesar yang mengekspor tenaga kerjanya ke luar negeri, mereka ini dijuluki dengan pahlawan devisa, karena sumbangan mereka terhadap devisa negara cukup signifikan jumlahnya dan dapat dijadikan sebagai aset untuk membangun kesejahteraan negara. Tetapi, dari peranannya yang begitu penting tersebut, pahlawan devisa atau tenaga kerja Indonesia ini sudah menjadi
pengetahuan umu, mereka tidak berada dalam ranah yang sejahtera, karena tingginya kasus eksploitasi, kasus pembunuhan, kasus pelecehan seksual dan sebagainya terhadap mereka. Hal ini terjadi sebagai akibat daripada pendekatan teologi yang dilakukan dalam membangun kesejahteraan terhadap mereka basisnya matrealisme yang menguntungkan satu pihak. Basis matrialisme tidak dapat dihandalkan untuk
membangun kesejahteraan, hanya mampu mensejahterakan pihak-pihak tertentu saja. Untuk membangun kesejahteraan sosial, harus dipakai teologis normatif yang mementingkan keseimbangan. Dalam konteks ini, perlu dibangun kesejahteraan sosial untuk pahlawan devisa ini dengan pendekatan teologi keadilan berbasis
Islam. Teologis normatif yang mementingkan eksistensi manusia sebagai makhluk berbudaya, makhluk yang berkeadilan dan saling membangun kesejahteraan. Selama teologis keseimbangan itu tidak ujud dalam penangangan pahlawan devisa, maka kesejahteraan itu hanya berada pada pihak-pihak tertentu saja, sedangkan pahlawan devisa tersebut akan tetap dalam putaran nasib yang tidak berubah.


A. Pendahuluan

Indonesia merupakan negara yang memiliki penduduk ke empat terbesar2 di dunia dan sekaligus terkenal sebagai negara yang memiliki umat muslim yang paling banyak di belahan bumi ini3. Selain itu Indonesia juga merupakan salah satu negara yang terkenal pengekspor tenaga kerja ke luar negeri dan mereka diberi gelar pahlawan devisa. Jumlah pahlawan devisa ini setiap tahunnya selalu bertambah dan
tidak pernah berkurang. Pertambahan jumlah ini, sangat terkait dengan besarnya harapan masyarakat Indonesia untuk mendapatkan pekerjaan yang layak di negara orang untuk merubah nasib yang berkesejahteraan. Di samping itu pemerintah sendiri juga mengharapkan peningkatan pengiriman tenaga kerja ini, sebagai salah satu langkah untuk mengurangi angka pengangguran dan sekaligus untuk menambah devisa negara. Namun, masalah TKI ini menghadapi berbagai persoalan, sehingga mereka jauh
dari keadilan dan kesejahteraan. Perubahan nasib yang mereka hadapi pun tidak kunjung tercapai, harkat dan martabat mereka pun terinjak-injak dan tergilas dalam lintas negara dan global. Dalam konteks ini, kita harus membongkar permasalahan tersebut, guna melahirkan kesejahteraan sosial, karena bagaimana pun
juga kesejahteraan sosial itu adalah tujuan dari semua pihak di bumi ini.

Kesejahteraan sosial tidak dimiliki oleh segelintir saja, tetapi dimiliki oleh semua orang, jika piranti-piranti kesejahteraan itu dibangun dengan kuat. Pendekatan teologis keadilan berbasis Islam, cukup berperanan dipakai dalam mewujudkan kesejahteraan tersebut. Masalahnya, agama Islam tidak hanya sebagai agama monoteisme yang terkunci pada teologis, tetapi agama yang memiliki kompilasi dan kompleksitas aturan yang membangun keadilan dan kesejahteraan itu. Tetapi, hal itu belum dibongkar dalam menjabarkan permasalahan tenaga kerja tersebut, sehingga terkesan ada keterpisahan teologis dengan kesejahteraan. Makalah ini merekontruksi
kesejahteraan tenaga kerja tersebut dengan melakukan pendekatan teologis keadilan berbasis Islam, sebagai bentuk penyempurnaan penanganan masalah tenaga kerja yang diekspor ke luar negeri yang selama ini hanya dilakukan dengan pendekatan ekonomis matrialisme.


B. Pembahasan

1. Indonesia dan Ekspor Tenaga Kerja Dalam Lintas Negara dan Global Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang dikirim keluar negeri, tidak sedikit menyumbang pada devisa
negara. TKI dalam setiap tahunnya mengantarkan uang ke Indonesia selalu mengalami peningkatan jumlah, hal ini tentu sebagai salah satu pilar penyelamat bangsa yang sedang dirundung kemiskinan. Bahkan pada masa krisis bergejolak, pahlawan devisa ini mempunyai peranan yang signifikan dalam menyelamatkan kepahitan hidup yang menimpa begitu banyak rakyat Indonesia. Di bawah ini terlihat lompatan uang yang dihantar oleh pahlawan devisa ke bumi Indonesia.
Dari tahun ke tahun jumlahnya selalu meningkat dengan sangat drastis. Hal ini semakin meyakinkan bahwa program pengiriman tenaga kerja keluar negeri sebagai salah satu yang berpotensi dalam menyelamatkan devisa negara, sehingga tidak hayal untuk tahun 2009 ini pemerintah menarget pengiriman tenaga kerja ke luar negeri sebanyak 1.466.500 orang4.
Tabel: Remitansi TKI dari Tahun 2003-2008 No Tahun Jumlah Kiriman Ke Indonesia (Remintasi) Dalam milliard dollar AS
1 2003 1,67
2 2004 1,88
3 2005 2,93
4 2006 3,42
5 2007 5,84
6 2008 8,24
Sumber; BNP2TKI di muat Kompas 15 Juni 2009


Sumbangan TKI yang yang jumlahnya cukup signifikan ini, menjadi aset bagi negara. Bahkan pada tahun 2009 pemerintah menargetkan perolehan devisa dari pengiriman tenaga kerja ke luar negeri ini sebanyak Rp. 168 triliun5. Secara logis, pengiriman TKI harus dibidik sebagai salah satu program unggulan untuk memperkokoh kesejahteraan bangsa. Dalam konteks ini, penguatan-penguatan sistem untuk
pengirimana tenaga kerja ini sudah harus menjadi satu bahagian yang terpenting diperhatikan, sehingga potensi yang begitu besar yang disumbangkan oleh TKI terhadap negara tidak mengorbankan hak-hak kemanusiaan daripada mereka yang diberangkatkan.
Perlindungan terhadap TKI harus kuat dan jelas. Artinya pemerintah tidak hanya mengejar target jumlah pengiriman dan hitung-hitungan keuangan yang disumbangkan kepada negara, tetapi juga memiliki tanggungjawab dalam melindungi harkat dan martabat mereka. Pengirman TKI keluar negeri selain memperkuat devisa negara, juga tidak dapat dipungkiri adalah sebagai salah satu solusi untuk mengatasi pengangguran di Indonesia yang tidak kunjung mengecil angkanya. Jumlah pengangguran yang selalu meningkat dari tahun ke tahun menjadi beban pemerintah. Oleh sebab itu, pengiriman TKI salah satu langkah kongkrit untuk memperkecil dan memanimalisir jumlah pengangguran tersebut. Jika dilihat data-data pengangguran di Indonesia dari tahun ke tahun, ada kesangsian bahwa pengangguran sebagai bom waktu yang akan meruntuhkan pilar-pilar kesejahteraan negara.

Menurut data Badan Pusat Statistik pada tahun 2008 di Indonesia tercatat jumlah pengangguran
sebanyak 9.427.600 orang dan 4.516.100 orang diantaranya merupakan kalangan terdidik. Bahkan kalau
dilihat dari tahun ke tahun, angka pengangguran tersebut selalu mengalami lonjakan jumlah. Misalnya dari
tahun 2003 sampai tahun 2008 pengangguran di Indonesia belum pernah turun secara drastis, masih
berkisar antara 9 juta sampai 10 juta. Ini membuktikan bahawa pengangguran di Indonesia sebuah masalah
yang serius dihadapi oleh pemerintah, sehingga bangsa ini terus dihantui oleh deretan angka pengangguran
yang memprihatinkan.
Jika pemerintah menargetkan pada tahun 2009 ini jumlah pengiriman TKI keluar negeri sebanyak
1.466.500 orang itu adalah angka yang sangat wajar dan kebijakan yang cukup didukung oleh berbagai
kalangan. Masalahnya, di dalam negeri sendiri program penanggulangan pengangguran juga belum terlihat
dengan jelas, sehingga jumlah pengangguran belum mengalami penurunan.
Pengangguran yang jumlahnya cukup mengkuatirkan itu, jika didukung oleh faktor kecilnya
mentalitas wirausaha generasi muda. Hal ini dapat dilihat dari jumlah usahawan yang sangat jumlahnya
masih kecil dan belum memenuhi syarat untuk majunya bangsa ini. Ciputra menyebutkan, Indonesia barumempunyai 0,18% pengusaha, sedangkan untuk menjadi negara maju minimal harus mempunyai 2%
pengusaha daripada jumlah penduduk.
Kecilnya jumlah pengusaha, mempunyai implikasi terhadap kecilnya lapangan kerja. Lapangan
kerja yang terbatas tersebut telah melebarkan jumlah pengangguran. Jumlah pengangguran yang
meningkat sementara lapangan kerja terbatas dalam negeri, maka pengiriman tenaga kerja ke luar negara
sebagai alternatif yang dapat menjembatani masalah ini.
Dalam konteks ini, bahwa kebijakan pemerintah dalam memperbanyak pengiriman TKI keluar
negeri adalah sesuatu hal yang wajar dan logis. Apalagi dalam era globalisasi sekarang ini
Menurut Survei Sosial Ekonomi nasional (Susenas) pada tahun 2008, angka kemiskinan di
Indonesia mencapai 37,17 juta dan pada tahun 2009 diprediksikan angka kemiskinan itu menjadi 33,71 juta.
Namun, jika dipakai data Bank Duni yang menyatakan dikatakan miskin itu adalah berpendapatan di bawah
US$2, maka hampir separoh dari jumlah penduduk Indonesia hidup dalam lembah kemiskinan.
Catatan kemiskinan ini dapat dilihat dari berbagai fakta, pertama fakta rendahnya kualitas hidup
orang Indonesia. Pada tahun 2007 misalnya Human Development Index (HDI) orang Indonesia dari 177
negara yang disurvei di dunia, kualitas hidup orang Indonesia berada pada urutan ke 107, jauh di bawah
negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan Thailand.


2. Ancaman Kesejahteraan
Namun di balik peranan TKI yang begitu besar dalam meningkatkan kesejahteraan tersebut,
mereka tidak luput dari berbagai permasalahan banyak diantara mereka yang teraniya, tereksploitasi dan
bahkan mati terbunuh. Di Malaysia saja misalnya, kasus kematian TKI sudah tidak lagi menjadi informasi
yang mencengangkan, karena begitu banyaknya mereka yang mati setiap bulannya. Setiap bulannya TKI di
negara jiran ini meninggal rata-rata 40-60 orang. Bayangkan, pada tahun 2007 jumlah TKI yang meninggal
di Malaysia berjumlah 690 orang, sedangkan pada tahun 2008 berjumlah 513 orang, dan sampai Maret
2009 sudah 157 orang yang mati tersia-sia (Kompas 16/2009). Jumlah kematian ini, sama tragisnya dengan
sebuah kejahatan perang.
Selain daripada tingginya angka kematian tersebut, tidak sedikit pula yang mengalami penganiyaan
dan penyiksaan. Kita dapat melihat mulai dari kasus Nirmala Bonat, Ceriyati, Siti Hajar sampai kasus
penganiyaan terakhir Modesta Rangga Eka di Malaysia, betapa teraniya mereka. Badan mereka di sterika,
dipukul, di siram dengan air panas, tidak dikasih makan dengan cukup bahkan gaji mereka tidak dibayar.
Nasib yang sama juga banyak dialami mereka yang bekerja di negara lain, terutama mereka yang berada di
Arab Saudi. Di samping itu sering kita dengar pula, TKI perempuan diperkosa majikan atau oleh keluarga
majikan.
TKI juga mengalami eksploitasi. Mereka dieksploitasi tidak saja di negara tujuan, tetapi juga di
negara sendiri oleh saudaranya sendiri. Bentuk eksploitasi yang terhadap TKI mulai dari upah atau gaji yang
tidak seimbang, pekerjaan yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan, jam kerja dan beban kerja yang
sangat tidak manusiawi sampai pada mengalami kekerasan psikologis
Ekspoloitasi, penyiksaan dan penganiyaan lebih banyak dialami oleh perempuan yang bekerja di
sektor informal, terutama pembantu rumah tangga. Hampir semua kasus penyiksaan dan penganiayaan
yang terbongkar kepermukaan semuanya menimpa perempuan yang bekerja sebagai pembantu rumah
tangga. Pekerjaan ini merupakan pekerjaan yang rawan penyiksaan, penganiyaan, perkosaan dan
pengeksploitasian terhadap perempuan, karena disebabkan oleh beberapa faktor, pertama faktor ruangan
pekerjaan yang tertutup dan interaksi yang sangat terbatas. Tidak terbuka dengan dunia luar, sehingga apa
yang terjadi menimpa mereka sulit untuk diketahui oleh orang lain. Kesemena-menaan majika tidak mudah
diketahui oleh siapa pun, keculai pekerja itu sendiri berupaya keras untuk keluar dari rumah majikannya.
Lihat misalnya kasus yang menimpa Siti Hajar, begitu lamanya mereka disiksa tidak ada yang
mengetahuinya. Penderitaannya diketahui setelah Siti Hajar keluar dari rumah majikan dengan susah payah
membongkar jerajak besi pintu. Setelah sampai di luar baru dunia mengetahui, penderitaannya. Begitu pula
dengan yang lainnya. Di samping sulitnya keluar dari rumah, paspor mereka juga di tahan oleh majikan.
Jika nekat lari keluar terpaksa lari tanpa dokumen.
Kedua belum adanya peraturan yang jelas yang mengatur jenis pekerjaan ini, terutama di negara
tujuan. Sementara itu, negara kita sebagai negara pengirim kurang aktif melalukan kerjasama dalam
melindungi tenaga kerja. Tidak adanya ketentuan hukum yang jelas itu, telah menjadikan TKI yang bekerja
sebagai pembantu rumah tangga tereksploitasi dan teraniaya sedemikian rupa, seperti perbudakan masa
lalu yang dikerjakan oleh orang-orang dalam peradaban modern.
Mereka dipekerjakan semau majikan, tidak mengenal jam kerja dan cuti. Menurut hasil penelitian
Human Rights Watch mereka yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Arab Saudi banyak
tereksplotasi akibat tidak mengenal jam kerja ini. Jenis pekerjaannya pun tidak jelas. Sesungguhnya perlu
didefenisikan dengan jelas tentang pekerjaan rumah tangga dan jam kerja yang jelas pula, masalahnya
akibat tidak jelasnya defenisi pekerjaan tersebut mereka bekerja tanpa ada batas kewajaran. Bahkan adayang mengaku setiap malam disuruh oleh majian mencuci mobil, memandikan anjing dan sebagainya. Ada
pula yang bekerja tiada hentinya, sehingga tidak mencukupi waktu untuk beristirahat.
Selagi tidak ada kesepakatan bersama tentang perlindungan dan defenisi pekerjaan pembantu
rumah tangga ini, maka perbudakan akan terus terjadi. Tekanan psikologis kemanusiaan akan mereka alami
yang akan melahirkan tindakan-tindakan diluar kewajaran. Tidak hayal percobaan untuk membunuh
majikan pun akan mereka lakukan. Ada pula memilih jalan pintas bunuh diri karena tidak mampu
melepaskan cengkraman kesemena-menaan majikan. Terakhir terbaca dari kasus kematian bunuh diri Nur
Wijayanti TKW yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Malaysia. Perempuan ini mengakhiri
hidupnya dengan seutas kain batik untuk menggantung diri di pekarangan rumah majikan, karena stress
akibat tekanan beban kerja yang begitu berat.
Di balik permasalahan yang dihadapi oleh TKI ini kita dapat menangkap indikasi bahwa
permasalahan ini terjadi sebagai akibat dari lemahnya perlindungan yang diperoleh mereka. Jika
dibandingkan dengan Filipina misanya, negara kita agak ketinggala dari negara ini membuat MOU dengan
negara-negara penempatan TKI. Filipina saja pada tahun 2004 sudah memiliki perjanjian 12 buah dengan
negara tujuan penempatan tenagara kerjanya, sementara Indonesia pada tahun 2006 baru memiliki 5
perjanjian dari 16 negara tujuan penempatan TKI.
Pemerintah lebih terkesan menangani permasalahan TKI ini, jika sudah terjadi permasaahan. Kita
dapat lihat dari kasus TKI yang bertubi-tubi di Malaysia belakangan. Penyiksaan dan kematian yang
berturut-turut dalam waktu berdekatan dialami TKI baru pemerintah mencoba untuk serius menangani
sehingga memberhentikan pengiriman TKI ke negara jiran ini buat sementara. Pada hal jika dilihat secara
menyeluruh, banyak masalah yang dihadapi oleh TKI yang bekerja di negara jiran ini. Kasus yang terbesar
adalah giji tidak dibayar majikan. Menurut data resmi KBRI Kuala Lumpur, pada tahun 2008 saja tercatat
235 kasus tentang masalah gaji tidak dibayar itu, belum lagi kasus-kasus yang lain.
Oleh sebab itu, jika pemerinta masih meyakini bahwa TKI sebagai pahlawan devisa, maka
pemerintah harus memperbaiki sistem dan perlindungan terhadap mereka. Pekerja-pekerja migran ini,
membutuhkan perlindungan yang pasti. Tidak menangani mereka ketika terjadi permasalahan saja, tetapi
betul-betul memberikan rasa aman kepada mereka mulai dari pemberangkatan sampai pulang kembali.
Selagi perlindungan dan kepastian hukum itu belum jelas, maka permasalahan TKI di luar negeri
masih akan menggelinding, nasib pahlawan devisa masih akan ada yang buram. Perubahan nasib yang
mereka harapkan akan menjadi hayalan. Akhirnya pulang dengan tangan hampa, atau dengan jasat terluka
atau jasat tanpa nyawa.
Penganiyaan terhadap TKI lebih banyak menimpa Tenaga Kerja Wanita (TKW). Dari kasus-kasus
penyiksaan yang terbongkar ke permukaan, perempuan rawan mengalami penyiksaan dan penganiyaan.
Terutama yang bekerja di sektor informal. Dari kasus penyiksaan yang dilami TKW pada umumnya mereka
bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
Sektor pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga ini, adalah pekerjaan yang pada umumnya diisi
oleh pekerja perempuan asal Indonesia. Bahkan beribu-ribu perempuan di kirim ke luar negeri untuk
menjadi pembantu rumah tangga, sehingga tidak berlebihan juga apabila ada yang mengatakan, Indonesia
sebagai negara pengekspor babu, pembantu terbesar di dunia.
Di Singapura saja sebagai negara terkcil dan berpenduduk hanya 4,6 juta jiwa terdapat 80.000
orang TKI yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga6 . Sedangkan di Malaysia tahun 2008 orang
Indonesia yang bekerja di sektor pembantu rumah tangga ini jumlahnya sangat fantastis, untuk kawasan
Sabah tercatat orang Indonesia menjadi pembantu rumah tangga sebanyak 12.961 orang, di Serawak
13.322 dan di Semenanjung sebanyak 252.8517.
Menurut laporan Human Rights Watch jumlah pekerja rumah tangga di Arab Saudi berbeda-beda
karena tidak tersedianya publikasi data dan kesulitan untuk mendata sejumlah pekerja, majikan tidak selalu
memperoleh kartu identitas (iqama) bagi pekerja rumah tangga, salah satu mekanisme untuk memantau
jumlah pekerja di negara itu. Berdasarkan laporan laporan pers kata Human Rights Watch, angka resmi
pemerintah Saudi menunjukkan sekitar 20.000 pekerja rumah tangga tiba di kerajaan itu setiap bulan
dengan visa kerja, akan tetapi, kedutaan Indonesia mengatakan bahwa kedutaan sendiri mensahkan 15.000
kontrak kerja baru setiap bulan. Sebuah asosiasi agen perekrut di Saudi memperkirakan bahwa mereka
membawa 40.000 pekerja rumah tangga per bulan. Kementerian Tenaga Kerja Saudi memberikan kepada
Human Rights Watch angka resmi 1,2 juta pekerja di dalam rumah di Arab Saudi, meliputi pekerja rumah
tangga, supir, dan tukang kebun. Menurut angka ini, 480.000 terdaftar sebagai pekerja rumah tangga. Akan
tetapi, statistik penempatan kerja negara asal perempuan pekerja rumah tangga menunjukkan angka di
atas satu juta pekerja rumah tangga. Indonesia memperkirakan kurang lebih 600.000 pekerja rumah
tangganya bekerja di Arab Saudi. Sri Lanka mencatat hampir 275.000 pekerja resmi, dan Filipina
memberikan angka 200.000. Perkiraan di dalam pers berusaha menduga jumlah pekerja tanpa dokumen2-5 November 2009
dan biasanya menjadikan jumlah nasional pekerja rumah tangga pada angka dua juta. Berdasarkan
perjanjian perekrutan yang ditandatangani pada akhir 2007 dan awal 2008 dengan Nepal dan Vietnam,
pekerja rumah tangga yang berasal dari negara-negara ini akan meningkat. Arab Saudi juga menerima
sejumlah kecil pekerja rumah tangga dari negara lain, termasuk India, Bangladesh, Ethiopia, dan Eritrea8.
Apa maknanya bagi Indonesia dengan begitu banyaknya pembantu rumah tangga
berkewarnanegaraan di luar negeri? Beragam tanggapan yang muncul mengomentari permasalahan ini.
Pertama terkait dengan pencitraan Indonesia di luar negeri. Di mana negara ini yang kaya raya hasil alam
ini ditohon sebagai negara pengekspor babu. Hal ini dapat dilihat dari artikel yang ditulis oleh P
Prasetyohadi pada halaman opini Harian kompas pada tanggal 16 Juni 2009, di bawah Judul Dicari Capres
Anti Perbudakkan. Sebuah tulisan yang geram dengan masalah-masalah kondisi orang Indonesia yang
bekerja di luar negeri pada sektor pembantu rumah tangga atau bahasa kasarnya sebagai budak modern.
Sudahlah mereka dikirim keluar negeri dengan begitu banyak ke luar negeri untuk bekerja
mendulang hidup, tetapi mereka tidak mendapatkan perlindungan hukum yang cukup, sehingga lengkap
sudah terjajah dalam kondisi perbudakan dalam masyarakay yang berbudaya modern. Perbudakan era ini,
ternyata lebih tragis dan kejam dibandingkan dengan perbudakan zaman Jahiliyah. Kenapa tidak, kerena
tidak sedikit perempuan-perempuan yang Indonesia yang jadi budak di negara orang, tersiksa, terananiya,
diperkosa dan sebagainya oleh majikan-majikannya. Bahkan, sampai menghembuskan nafas terakhir,
pulang hanya dengan jasat tanpa nyawa.
Human Rights Watch dalam hasil penelitian terakhirnya khusus di Arab Saudi, menemukan perempuan
yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di negara tempat Islam turun ini pun banyak tergilas oleh
keganasan majikan. Ada diantara mereka diperkosa, gaji tidak dibayar, dipukul, dianiya dengan benda tajam
dan panas, dihina dan caci sebagainya. Selanjutnya, Human Rights Watch telah menemukan dan
mendefenisikan bentuk-pentuk kasus-kasus sehubungan dengan permasalahan yang dihadapi oleh tenaga
kerja perempuan sebagai pembantu di rumah tangga ini:
- Kerja Paksa, perdagangan panusia, perbudakan, dan kondisi seperti perbudakan
- Kesewenang-wenangan dan pengurungan paksa
- Penganiayaan Psikologis, Fisik dan Seksual
- Kesewenang-wenangan Perburuhan dan Eksploitasi9
Permasalahan itu pada umumnya dialami, oleh tenaga kerja perempuan yang bekerja sebagai
pembantu rumah tangga di negara tujuan, tidak saja dialami oleh mereka yang di Arab Saudi dan negara
Timur Tengah lainnya tetapi juga di Malaysia, Singapur dan negara lainnya.
3. Teologi Keadilan Islam
Marjinalisme dan ketidak adilan yang dialami oleh TKI, harus dibebaskan dengan memakai teologiteologi
humanis dan religius yang menekankan kepada seimbangan. Gramschi, misalnya mengajarkan
pembebasan terhadap ketermajinalan manusia akibat tekanan-tekanan ketidak adilan yang dimainkan oleh
pihak-pihak yang mempunyai kekuasaan. Pembesan ini, menjadi landasan dalam peradaban manusia. Alquran
sebagai kita suci umat Islam dan kitab-kitab agama lainnya, secara jernih dan terang kehadirannya
adalah sebagai pembebas dari semua ketidakadilan. Teologi pembebasan seperti ini yang belum menyentuh
penyelesaian permasalahan-permasalahan yang menimpa dunia TKI, sehingga TKI masih menjadi kelas
marjinal dalam lintas negara dan global. Ia masih menjadi kelas tertindas, termarjinal dan kelas yang
diperlakukan tidak manusiawi.
Dalam maszhab yang ada dalam Islam ditemukan, peradaban itu adalah kesejahteraan manusia
yang dibangun melalui keadilan dalam semua aspek kehidupan. Teologis keadilan, adalah ujung tombak
yang merekatkan manusia di bumi ini. Jika hal itu teringkari, maka lahir ketidak seimbangan yang sangat
menganggu terhadap harmonisasi dan hilangnya kesejahteraan dalam peradaban.
Dalam Islam teologis keadilan itu, ditekankan pada prinsip bagiaman adanya keseimbangan
kesalehan sosial dan kesalehan individual, dimana masing-masing pihak memainkan peranan yang tidak
merugikan dan mengorbankan satu sama lainnya. Penakanan Al-quraan terkait dengan keadilan ini sangat
berulang-ulang kali, sehingga ini menguatkan bahwa keadilan adalah tiang daripada kesejahteraan.
Realitas yang terjadin selama ini dalam masalah TKI adalah, penjauahan keadilan dalam setiap
aspek pergerakannya. Mulai dari perekrutan sampai pada pengupahan dan ketidak jelasan kerja terhadap
mereka sering berada dalam penipuan, sehingga yang diuntungkan hanya satu sisi atau orang-orang
tertentu saja.
Dalam prinsip hukum Islam, teologi keadilan dibangun dengan keterlibatan banyak pihak, termasuk
kekuatan peranan negara dalam membangun kekuatan sistem yang dapat menjembataninya.teologi keadilan tidak dapat berdiri sendiri jika tidak dikuatkan oleh peranan pemerintah. Apalagi yang menyangkut
dengan harkat dan martabat manusia, maka negara mempunyai andil yang besar dalam membangun
jaringan dan sistem terkait. Teologi keadilan untuk kasus TKI, harus dijabarisasikan dengan penguatanpenguatan:
a. Sistem dan hukum
Agama, negara dan pemerintah adalah institusi yang kuat dalam menjabarkan kesejahteraan sosial,
institusi yang paling optimal dalam membawa arah perubahan terhadap umat, masyarakat dan warga
negara. Oleh sebab itu, teologi keadilan sosial tidak akan ada maknanya jika peranan daripada masingmasing
tersebut tidak memainkan berjalan. Peranan institusi agama adalah mempertegas teologis, dengan
menyatakan secara tegas pentingnya moralitas dalam kehidupan. Ketika peranan agama tidak ambil andil
dalam percaturan sosial, sisi moralitas jauh dari peradaban manusia, maka tidak ketidakadilan itu akan
terjadi dalam lapisan-lapisan mana saja. Begitu juga dengan peranan negara, negara sebagai wadah tempat
bagi masyarakat untuk melangsungkan kehidupannya, jelas akan memberikan aturan-aturan main yang
tegas untuk menjaga supaya keteraturan dalamnya terwujud. Sedangkan pemerintah harus menjadi
perealisasi yang kuat dari teologi keadilan itu. Ia membuat sistem dan hukum yang dilandasi pada semangat
kemanusiaan dan keadilan. Teologi keadilan itu harus dijabarkan dengan sistem dan hukum tersebut.
b. Kontrol Sosial
Teologi keadilan tidak akan termanifestasi juga tidak ada apresiasi dari masyarakat. Masyarakat
harus mengontrol dan mawar diri dalam setiap tindakan yang tidakmemberadabkan. Selama ini dalam kasus
TKI, masyarakat tidak melakukan pengontrolan, masyarakat hanya menjadi korban dan menjadi apatis,
sehingga persoalan ini hanya menjadi persoalan individual. Peranan masyarakat, dalam Islam sangat jelas,
masyarakat sebagai pembangun kehidupan berkeseimbangan secara bersama. Dimana satu sama lainnya
tidak saling ekspliotasi. Keseimbangan sosial itu kunci untuk membangun kehidupan yang berketeraturan.
Prinsip keseimbangan ini, yang sering terabaikan dalam membangun interaksi satu sama lain, sehingga
yang terjadi adalah eksploitasi hak dan kewajiban, yang kemudian menyebabkan terjadinya konflik dan
marjinalisasi pada pihak-pihak yang lain.


4. Basis Teologi Keadilan Islam
Weber dan Bellah, pernah meyakinkan agama sebagai basis kemajuan. Penekanannya tetap
meyakinkan agama mempunyai kemampuan yang dapat mendamaikan kehidupan manusia dalam
keseimbangan, agama mampu menyadarkan manusia serta memotivasi manusia kearah yang lebih baik.
Dalam Islam keadilan itu, terletak pada basis tekstualitas dan kontekstualitas. Tekstulitas tidak
hanya dipahami secara teks yang mati tetapi hidup dan dinamis, karena ada konteks yang memiliki makna
dan arti, sehingga kebearadaan teks tidak sebagai cermin saja, tetapi ia mampu berafiliasi dengan konteks.
Basis keadilan itu terjabar dalam teks dan konteks itu, sehingga telogis keadilan dalam Islam merangkum,
era, zaman, negara dan kondisi sosial. Untuk membangun kesejahteraan pahlawan devisa maka pendekatan
berbasis teolog ini perlu, pendekatan normatif. Selama ini pendekatan ini, terabaikan dan tidak dijadikan
sebagai salah satu pendekatan yang serius.
C. Penutup
Sesungguhnya, selama ketidakadilan dan ketidakseimbangan tidak termanifestasi dalam penangan
masalah pahlawan devisa, maka mereka akan tetap berada dala marjinal baik marjinal ekonomi, maupun
sosial, karena mereka akan tetap terkeploitasi dan tertindas haknya. Oleh sebab itu pendekatan normatif
religius sangat perlu dilakukan. Teologis mampu membebaskan ketertindasan mereka, jika dilakukan
dengan penguatan-penguatan sistem, hukum dan kontrol sosial.
Pendekatan matrialisme yang selama ini dilakukan, ternyata tidak dapat dihandalkan sebagai
pembangun kesejahteraan sosial pahlawan devisa, hanya menguntungkan sepihak saja, sedangkan pihak
pahlawan devisa terus saja berada dalam eksploitasi, deskriminasi dan sebagainya.
Maka untuk meningkatkan harkat dan martabat pahlawan devisa ini, diperlukan pendekatan telogis
keadilan yang berbasis normatif, telogis Islam, teologis yang mampu melahirkan keseimbangan dan
keadilan. Keseimbangan dan keadilan itu yang menjadi dasar keteraturan sosial dan kesejahteraan.

HAMPIR semua kasus yang menyangkut tragedi kemanusiaan di negeri yang katanya ramah ini tidak kunjung terselesaikan secara adil. Persoalan yang menyangkut nasib manusia, entah karena dipetieskan, ditutup-tutupi, diperdagangkan (melalui konsesi-konsesi ekonomi politik) ataupun karena adanya intervensi-intervensi pihak yang berkuasa (dominan) tidak lebih menjadi tontonan, jeritan dan tangisan orang-orang tertindas. Muncul dalam benak kita, Dimanakah keadilan? Jika kita menoleh kebelakang, banyak peristiwa yang menyangkut Hak-hak Azasi Manusia tidak pernah tersentuh hukum dan keadilan bagi yang melakukannya; seperti pembunuhan Marsinah dan wartawan Udin, pembantaian tanjung Priok dan Lampung; perampasan tanah dan perkebunan rakyat oleh negara dan penguasa khususnya Kedung Ombo, Cimacan, Nipah, BUMN perkebunan (PTP) dan lain sebagainya.
Pada tahun 1998, tatkala Reformasi bergulir, penjarahan-penjarahan secara massal terjadi bahkan yang lebih tragis lagi adalah adanya pembunuhan dan pemerkosaan besar-besaran di Jakarta dan Surabaya. Ketika terjadi pemerkosaan dan pembunuhan, muncul pertanyaan di benak kita, dimana Tuhan waktu itu? Tragedi Mei 1998, Tragedi Tri Sakti, Tragedi semanggi tidak lebih sekedar drama sejarah kehidupan yang tidak pernah tuntas. Para pemimpin kita yang berjuang atas nama rakyat, justru seringkali menindas rakyat. Para wakil rakyat yang dipilih mewakili rakyat, justru menjadi penjarah rakyat. Di samping kasus-kasus kemanusiaan lainnya yang tidak tuntas secara hukum.
Pertanyaan yang muncul adalah kemana rakyat mengadu? Adakah keadilan? Sejak Indonesia berdiri yang ada adalah supremasi kekuasaan (militer, ekonomi dan birokrasi). Indonesia sebagai bangsa yang religius justru tingkat pelanggaran HAM-nya sangat tinggi. Mengapa semua ini terjadi? Adakah relevansinya dengan Teologi? Paradigma teologi dengan segala nilai-nilai sosial budaya masyarakat Indonesia yang menjadi frame thinkingnya juga ikut mengkonstitusi terjadinya pelanggaran HAM.
Sistem teologi masyarakat Indonesia yang formal-tradisional sebagai wujud dari sistem kepercayaan dan nilai sosial budaya secara historis membentuk dan mengendap di alam bawah sadar, sehingga menjelma menjadi kesadaran kolektif masyarakat Indonesia yang terwariskan, pada gilirannya berimplikasi pada tataran sosial praksis. Kesalahan yang sering kali diperlihatkan oleh orang-orang yang dianggap suci atau yang mempunyai kekuasaan selalu ditolerir oleh masyarakat sekitarnya.
Pendasaran Ontologis dan epistemologis pelanggaran HAM ini disebabkan adanya kesalahan paradigma, yaitu : pertama, Paradigma pembangunan yang salah arah membuat kita bukan menjadi makmur, malah kita semakin tertindas dan asing di negeri sendiri. Kesalahan paradigma ini menyebabkan peran yang berkuasa semakin kuat yang dalam hal ini adalah peran negara, sedangkan yang dikuasai semakin lemah yang dalam hal ini adalah rakyat. Kesalahan paradigma ini didasarkan pada pembangunan yang menitik beratkan pada sektor pertumbuhan ekonomi sebagai landasan utama, sehingga menyebabkan lemahnya sektor-sektor moral, politik dan sosial budaya. Pembangunan justru lebih berpihak pada para konglomerat sebagai agen kapitalisme modern dan rakyat lebih menjadi sasaran kesengsaraan dan ketertindasan. Perilaku konglomerat bersifat monopolis, eksploitataif, yaitu membangun networking pemasaran sendiri dan menindas setiap yang menghalangi kepentingannya.
Kekuasaan Ekonomi
Implikasi pembangunan ekonomi yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi, menyebabkan ekonomi sebagai panglima, sehingga kekuasaan ekonomi mampu merekayasa segalanya, bahkan ekonomi membuat suatu kekuasaan baru yang bertumpu pada negara. Negara sebagai instansi tertinggi di atas kita saat ini telah menampakkan pengaruh cengkeramannya yang sangat kuat. Berdirinya suatu negara yang didasarkan atas kesepakatan bersama merupakan rekonsiliasi berbagai kelompok kepentingan, sehingga negara menjadi sarana, medium untuk mencapai cita-cita luhur yang disepakati bersama. Negara merupakan lembaga untuk mencapai cita-cita bersama oleh kita bersama untuk kita bersama, bukan oleh dan untuk segelintir orang. Ketika negara berpihak pada kaum kapital, maka pelanggaran HAM semakin mendapat legitimasinya, karena justru yang melakukan pelanggaran HAM adalah penguasa itu sendiri, baik institusi militer maupun birokrasi.
Realitas bangsa Indonesia saat ini sulit terelakkan adanya cengkeraman negara yang sangat kuat dan betapa lemahnya masyarakat sipil. Negara yang semula berfungsi sebagai alat bagi masyarakat untuk mencapai tatanan sosial yang adil dan makmur, egalitarianisme telah bergeser menjadi dominasi kepentingan. Akibatnya, institusi-institusi kenegaraan yang dibentuk atas nama rakyat menjadi kehilangan fungsinya. Dalam spektrum yang lebih luas, terlihat dengan jelas betapa lembaga yudikatif begitu tak berdaya berhadapan dengan kekuasaan. Selama supremasi hukum tidak ditegakkan maka pelanggaran HAM tidak akan terjamah. Karena itu, perlu adanya orang-orang yang berani dengan segala resiko menegakkan HAM, dan adanya kesadaran kritis rakyat secara terpadu melakukan pressure terhadap negara secara berkesinambungan demi tegaknya HAM.
Kedua, paradigma teologis yang menjadi landasan ontologis religius pelanggaran HAM adalah adanya pemahaman keagamaan dengan sistem teologi formal-legalistik tradisional yang menyebabkan umat menjadi ragu dalam melakukan tindakan kritis, pembelaan dan penerapan supremasi hukum terhadap pelanggaran HAM. Pandangan utama sistem teologi mayoritas umat beragama di Indonesia, yaitu bahwa Tuhan yang Kuasa, mempunyai Kehendak apa saja, dan apa saja yang terjadi di dunia ini adalah hasil kehendak Tuhan. Persoalan baik dan buruk, keduanya diciptakan Tuhan. Sistem teologi seperti ini dalam istilah Frithjof Schoun disebut teologi voluntarisme, suatu sistem teologi yang mempunyai implikasi kesadaran bagi penganutnya untuk membiarkan penindasan dan eksploitasi.
Teologi formal-legalistik tradisional memandang kata kuasa lebih dipahami sebagai fakta atau Thing (sesuatu) dari pada sebagai nilai yang temanifestasikan kepada segala sesuatu. Padahal kerajaan Tuhan di bumi ini akan terbentuk hanya dengan nilai-nilai ketuhanan bukan dengan kekuasaan. Konsep ini sering dianalogikan dengan raja atau penguasa yang berkuasa tanpa batas dan hukum. Pemahaman teologi seperti ini cenderung berpihak pada kekuasaan atau voluntarisme, sehingga menjadi lahan subur bagi sang penguasa untuk mengelabui rakyat dengan mengatas namakan kehendak Tuhan, takdir Tuhan terhadap segala perilaku hegemoninya. Sang penguasa memaksa rakyat percaya bahwa situasi ketertindasan dan kesengsaraan merupakan situasi yang harus diterima karena merupakan manifestasi kehendak Tuhan. Semua itu adalah takdir dan nasib.
Bias Penguasa
Untuk keluar dari fenomena dan paradigma teologis seperti ini, maka Hasan Hanafi menawarkan sebuah teologi Kritis dengan titik tekan pada adanya dekontruksi teks suci yang bias penguasa dan status quo. Teologi sebagai Kiri. Artinya, teologi berfungsi sebagai upaya pembebasan dan mendekonstruksi problem umat atau upaya protes terhadap penindasan dalam praktek kekuasaan. Karena itu, segala bentuk eksploitasi dan penindasan bisa disingkirkan dalam upaya membangun kerajaan Tuhan (Surga) di bumi.
Teologi kritis yang membebaskan akan terwujud, jika teologi dan hermeneutika sosial dipahami secara dialektis. Teologi harus ditransformasikan secara kreatif dalam dimensi etika sosial. Secara etika sosial, teologi diharapkan dapat memberi "makna terdalam dari hakekat dan eksitensi" bagi manusia sebagai hamba Tuhan di bumi ini. Teologi harus memberikan rasa keadilan dan tidak diskriminatif, sehingga orang yang bersalah harus diganjar sesuai dengan perbuatannya.
Teologi Keadilan menempatkan manusia pada bingkai egalitarianisme dan penafian diskriminasi ataupun eksploitasi manusia atas manusia dengan melakukan pelanggaran terhadap hak-hak dasar manusia yang merupakan hak azasi manusia. Kezaliman merupakan pelanggaran atas hak-hak orang lain. Setiap pelanggaran HAM merupakan perbuatan yang masuk katagori kezaliman dalam pengertian Murtadla Mutahhari, atau termasuk katagori kafir dalam pengertian Asghar Ali Engineer, sehingga setiap pelanggaran HAM harus diadili dan dituntaskan demi tercapainya keadilan dan kedamaian. Untuk itu, disamping kita berani menegakan supremasi hukum juga harus ada redefinisi dan rekontruksi teologi yang lebih berpihak kepada orang yang tertindas dalam rangka mengeliminer pelanggaran HAM yang dilakukan negara, baik penguasa, militer maupun birokrasi.